Kamis, 08 Mei 2014

HAK ASASI KAUM PEREMPUAN



HAK ASASI KAUM PEREMPUAN


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1              Penegasan mengenai judul

Judul “HAK ASASI KAUM PEREMPUAN” ini saya jadikan sebagai judul karena menurut saya sebagai penulis hak hak asasi Perempuan di Negara Indonesia ini kurang berjalan dengan baik dan sangat sekali buruk dan juga Penegakkan HAM yang masih menjadi pro dan kontra dalam masyarakat. Banyak kaum perempuan yang dirugian dalam berbagai hal yang mengakibat kerugian fisik maupun non fisik. Maka dari itu kita sebagai warga Negara Indonesia harus belajar memahami apa arti dari hak asasi itu sendiri kemudian ingat dan kita resapi pada diri masing masing dan jadikan sebagai pemahaman dalam kehidupan sehari hari. Maka dengan sendiri hak asasi manusia diindonesia khusunya hak asasi perempuan akan terus membaik sesuai yang kita harapkan.

1.2              Alasan Pemilihan Judul

Alasan saya memilih judul “HAK ASASI KAUM PEREMPUAN” karena hak hak yang seharusnya ada untuk para kaum perempuan banyak di abaikan oleh orang orang yang tidak bertanggung jawab. Dan banyak sekali perempuan Indonesia yang belum merasakan kebahagian dan keadilan atas hak hak yang belum ia dapatkan. Dan juga banyak kaum perempuan di Indonesia ini sangat memerlukan perlindungan hukum yang baik dan tepat, untuk mereka menjalankan kehidupan sehari hari dan juga agar mereka merasa aman, dan generasi generasi selanjutnya bisa lebih baik lagi.

1.3              Tujuan research di selenggarakan
Agar kita semua sebagai warga Negara Indonesia khusunya kaum perempuan lebih bisa memahami dengan baik dan bisa menjalankan kehidupannya dengan aman tentang :
1. Hak Asasi Perempuan serta UU nomor berapa yang berkaitan dengan Hak Asasi  Perempuan.
2.  Kasus seperti apa yang termasuk pelanggaran Hak Asasi Perempuan ?
3.  Mengapa Hak Asasi Perempuan di Indonesia masih belum berjalan dengan baik ?
4. Apa arti dari hak asasi perempuan itu sendiri ?

Maka saya buat karya ilmiah ini dengan sebaik baiknya dan semoga kita semua dapat memahaminya dengan baik.


1.4            Sistematika
Agar memudahkan pemahaman terhadap penulisan karya ilmiah ini, makan saya sebagai penulis menyusun secara sistematika dari bab pendahuluan sampai bab penutup. Dengan rincian sebagai berikut.
BAB I             : Pendahuluan.
Pada bab 1 ini akan dijabarkan tentang penegasan mengenai judul yang diambil. Agar pembaca dapat lebih memahami dan terdapat didalamnya mengenai penjelasan istilah istilah dalam penulisan karya ilmiah, alas an pemilihan judul yaitu landasan mengenai landasan untuk penulisan karya ilmiah ini, tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk memberikan irfomasi kepada pembaca khususnya Perempuan – perempuan di Indonesia tentang apa yang akan dibahas penulis dan terdapat sistematika penulisan.
BAB II                        : Analisis dan Landasan Teori.
Pada bab ini penulis akan memberikan infromasi dari hasil penelitian , penampilan, anggapan, pernyataan hipotesis, dan hal hal yang diharapkan dari penulisan karya ilmiah ini.
BAB III          : Analisis dan Penetapan metode yang digunakan.
Pada bab ini penulis akan memberikan sample prosedur, metode, dan prosedur pengolahan data yang dipakai pada penulisan karya ilmiah ini, serta metode dan prosedur penganalisaan data.
BAB IV          : Pengumpulan dan Penyajian Data.
            Merupakan uraisan secara singkat dan penyajian data dari hasil analisa yang berupa table, diagram atau grafik.
BAB V            : Analisa Data.
            Pada bab ini menerangkan metode yang dipakaiseperti metode analisis statistic, analisis kualitatif, analisis kuantitatif dan analisis komparatif, di bab ini jugaterdapat kesimpulan dari berbagai analisis yang analisis sebutkan.
BAB VI          : Kesimpulan dan Saran.
            Merupakan  penutup dari penelitian yang berisis kesimpulan dan saran saran terhadap judul yang penulis bahas.


BAB II
ANALISA LANDASAN
2.1 Analisa Hasil-hasil.
        Sudah menjadi anggapan yg biasa, banyak yang mengatakan bahwa bila seorang perempuan dinegara Indonesia ini tidak menyelesaikan sekolahnya atau melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi seperti kuliah pasti akan cepat menikah dan hanya bekerja didalam dapur dan mengurusi rumah tanggganya saja. Tidak mengetahui banyak dunia luar dan pengetahuannya hanya itu itu saja. Jangan heran kalau perempuan Indonesia dikenal rendah bagi sebagian masyarakat Indonesia. Karena hak asasi perempuan di Indonesia sangatlah kurang diperhatikan oleh kita semua sebagai warga Negara Indonesia dan generasi muda kita.
            Yang hanya kita ketahui hanyalah laki laki diluar rumah bekerja mencari nafkah sebagai sector public dalam bekerja memenuhi kebutuhan rumah tangganya dan perempuan hanya berdiam dirumah mengurusi semua kebutuhan suami dan anak, hal ini mengakibatkan sumber daya ekonomi, social, dan politik terbatas. Selain menjadi korban KDRT atau perdagangan wanita dan juga pelecehan seksual, perempuan Indonesia sangat riskan mengalami tindak penganiayaan dan kekerasan.
            Penganiayaan dan kekerasaan terhadap perempuan sudah berlangsung sangat lama dan bukan merupakan hal baru lagi kita dengar. Kekerasaan terhadap kaum perempaun bukan hanya tindakan kriminal atau kejahatan, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia khususnya Hak Asasi Perempaun (Women’s Human Rights).
            Pelanggaran hukum terhadap Hak Asasi Manusia bagi Perempuan di Indonesia sudah banyak terjadi sampai hari ini. Kekerasaan terhadap Perempuan, pembagian gaji dalam bekerja yang berbeda, pelanggaran Hak-hak kerja seperti hak cuti, atau hamil, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), penjualan atau perdangan wanita dibawah umur, pelecehan seksual, adalah sebagian contoh bahwa betapa buruknya Hak asasi manusia bagi perempuan Di Indonesia yang belum dilaksanakan sebagai mana mestinya. Padahal kita semua tau Pemerintah sudah meresmikan dan meratifikasi beberapa konvensi internasional yang mengatur masalah Hak Asasi Manusia bagi Perempuan di Indonesia, seperti Dengan Undang Undang Nomor 7 Tahun 1984 (UU No.7/1984), Konvensi Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women) (CEDAW) disahkan, dan Konvensi Hak politik perempuan.
            Tetapi kita semua ketahui walaupun Pemerintah sudah mengesahkan uu tentang segala bentuk diskriminasi terhadap wanita, dalam kenyataannya, penghormatan terhadap Hak Asasi Perempuan belum dapat ditegakan dan dijalankan di Indonesia, dan semua ini sangat menunda hak hak yang seharusnya kaum Perempuan dapatkan dari Hukum di Indonesia.
2.2 Penampilan Anggapan.
            Pemberatasan dan Penghapusan tindak kekerasan terhadap perempuan (The declaration on the elimination of violence against women) yang ditandatangani pada bulan December 1993, dalam pembukaanya mengatakan :
 “violence against women is a manifestation of historically unegual power relations between men and women which have led to domination over and discrimination against women by men.”
Yang artinya adalah “ kekerasan melawan perempuan adalah satu penjelmaan dari sejarah power berbeda hubungan diantara para lelaki dan perempuan yang mana telah memimpin dominasi berlalu dan diskriminasi melawan perempuan oleh orang-orang”.
Deklarasi ini menerima kenyataan bahwa tindak kekerasan terhadap perempuan adalah suatu bentuk manifestasi dari sejarah dan telah terkontruksi secara social. Tetapi, tindak kekerasan ini dipandang telah melanggar norma norma yang berlaku secara universal terhadap penghormatan Hak Asasi Manusia.
            UUD dinegara kita yang juga merumuskan pada tahun 1945 sejak semula telah mencantumkan dalam pasal 27 (1), bahwa semua orang mempunyai kedudukan yang sama di muka hukum. Jadi sejak tahun 1945  dinegara kita prinsip kesetaraan laki-laki dan perempuan di depan hukum telah diakui. UU perkawinan (UU No. 1 tahun 1874, Pasal 31 ayat (1) memuat kalimat kalimat yang mengatakan, bahwa hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama di masyarakat . kemudian ada lagi pasal dalam uu perkawinan itu yang mengumukakan, bahwa harta benda yang duperoleh dselama perkawinan menjadi harta bersama ( Pasal 35 ayat (1)), dan mengenai harta bersama suami atau istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak (Pasal 36 ayat (1))
            HAM  menurut UU No. 39 Tahun 1999 telah mendefinisikan seperangkat hak yang sudah melekat pada manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, dan hak asasi manusia merupakan hak dasar milik manusia, yang sudah ada dalam keadaan rahim di kandungan, dan juga tidak dapat dipisahkan dari manusia itu sendiri.
HAM juga dapat mengatur perlindungan terhadap perempuan. Begitu halnya juga dengan hak perempuan, salah satu dari hak asasi perempuan adalah jaminan untuk mendapatkan perlindungan yang sesuai dengan nilai nilai agama dan kemanusian dimanapun mereka berada termasuk di dunia kerja. Hak asasi tersebut sesuai dengan nilai nilai pacasila dan tujuan Negara sebagaimana tercantum, dalam Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW) dimana Negara wajib membuat  peraturan-peraturan yang tepat untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan dilapangan pekerjaan guna menjamin hak-hak yang sama atas dasar persamaan antara laki-laki dan perempuan.

2.3 Pernyataan Hipotesis.

Walaupun kita sudah mengetahui jelas jelas telah digariskan bahwa hukum yang ada harus menjamin supaya Perempuan di Indonesia mendapat perlakuan yang setara dengan laki-laki. Faktanya banyak sekali bukti yang menunjukan diskriminasi terhadap perempuan terus berlanjut, banyak merugikan kaum perempuan, yang dapat kita ketahui dan amati, yang ada melalui media massa. Lalu berbagai rumusan undang-undang menunjukkan bahwa perlakuan diskriminasi terhadap perempuan masing berlangsung terus sampai saat ini. Dan harus kita ketahui bahwa fungsi undang-undang dan peraturan peraturan dalam mewujudkan keadilan agar tidak terdapat ketentuan hokum yang non diskriminasi, kenyataan yang ada menunjukan masih jau dari yang kita semua harapkan. Kita semua mengetahui bersama bahwa sudah cukup banyak perempuan yang berpendidikan yang mampu bertanggungjawab sebagai penetu kebijakan nasional. Tetapi ternyata dalam persentase perempuan yang mendapat kesempatan tanggung jawab masih sangat kecil. Hal ini. Merupakan masalah besar yang membutuhkan penanganan lebih lanjut untuk dibenahi oleh pemerintah.

2.4 Hal yang di Harapkan.
            Dalam hal ini Pemerintah memiliki peran penting, seperti menggagas sebuah gerakan solidaritas bagi perempuan korban kekerasan. Seperti program “pundi perempuan” sejak tahun 2003. Berbagai upaya penggalangan solidaritas baik dalam bentuk dana, relawan, dan jaringan terus dilakukan.

Hal ini sebagai langkah menangani korban-korban tindak kekerasan atau lainnya, untuk penanganan fasilitas yang dibutuhkan, sumber daya manusia, anggaran  dan perangkat pendukung lainnya. Karena kita ketahui semuanya setiap tahun angka diskriminasi terhadap perempuan di Indonesia terus meningkat. Peluncuran kampanye “pundi perempuan” yang melibatkan berbagai dunia usaha adalah wujud nyata solidaritas bagi perempuan korban diskriminasi. Kerja sama semacam ini dimungkinkan Karena semua pihak yang terlibat memiliki kepedulian yang sama untuk mewujudkan kehidupan yang lebih sejahtera, adil, bermartabat dan bebas dari kekerasan.
Penghapusan bentuk diskriminasi yang dilakukan memerlukan dukungan serta komitmen yang kuat dari berbagai pihak termasuk Pemerintah, pagar pelaksanaan penghapusan diskriminasi dapat diwujudkan secara bertahap. Untuk mengefektifkan pelaksanaan dari penghapusan tindakan penghapusan diskriminasi maka diperlukan tindakan berupa sanksi-sanksi bagi instansi pelaksana yang dianggap tidak menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada.
Hal tersebut sangatlah penting, karena peraturan perundang-undangan yang baik adalah peraturan perundang-undangan yang dapat diimplementasikan serta dijalankan dengan kemauan dan komitmen dari berbagai pihak sesuai dengan fungsi dan tugasnya masing-masing. Atau dengan perkataan lain sebagus apapun peraturan perundang-undangan yang dibuat, namun kalau tidak dapat dilaksanakan maka akan menjadi sia-sia dan tidak berarti.


BAB III
ANALISIS DAN PENETAPAN METODE YANG DIGUNAKAN
3.1 Sample; Prosedur Sampeling.
Tanggal 8 mei, yang merupakan hari gugurnya pejuang buruh perempuan, marsinah diusulkan sebagai hari perjuangan buruh Perempuan Indonesia. Hal tersebut dimaksud untuk menegaskan adanya kejuangan perempuan.
“Karena buruh perempuan tak sekedar hadir, tak sekedar buruh perempuan adalah buruh yang keringatnya dihisap kapitalis, dan adalah pejuang dalam perjuangan buruh di Indonesia,” kata ketua Partai Rakyat (PRP), Anwar Ma’ruf, di Jkarta, Rabu (8/5/2013).
Dalam siaran Persnya, PRP juga mendesak agar Marsinah dijadikan pahlawan buruh Indonesia karena keberaniannya memjuangkan hak hak buruh perempuan pada masa Orde Baru.
Marsinah juga memperoleh penghargaan Yap Thiam Hien pada tahun 1993 karena keberaniannya  memperjuangkan hak buruh, tidak hanya itu iya juga memperjuangkan untuk memnuntut cuti haid, cuti hamil, dan lainnya. Ia memimpin para buruh perempuan ditempatnya bekerja, PT Catur Putra Surya (cps) Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Untuk menuntut upah pokok dari Rp.1700 per hari menjadi Rp. 2.250.
Pada tanggal 13 November 2012 Harian Umum Kompas menurunkan berita dengan judul, “Kasus TKI Langgar Hak Asasi”. Tiga polisi di pulau Penang, Malaysia memerkosa SM (25), Tki asal Batang, Jawa tengah, setelah menahan SM karena tidak memiliki dokumen. Oleh Pemerintah Indonesia, pemerkosaan ini justru direduksi menjadi tindak pidana biasa.
Migrant care wahyu susilo, ketua komisi nasional perempuan Yuniyanti Chuzaifah, dan Wakil Ketua Komisi IX DPR Irgan Chairul Mahfiz serta anggota Komisi I DPR Efendi Choirie menggugat sikap pemerintah indonesiia tersebut. Dasar argumentasi keempat Tokoh ini adalah tindakan para pelaku telah melanggar hak asasi. Pemerintah didesak untuk meninggalkan preduksian tersebut, selanjutnya sebagai langkah hokum pemerintah mesti menjadikan UU Nomor 6 tahun 2012 tentang Ratifikasi Pengesahan Konvensi Intenasional Mengenai Perlindungan Hak-hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya sebagai modal perjuangan hak TKI.
Tindakan yang diambil pemerintah dalam kasus ini sebenarnya merupakan cermin dari sikap masyarakat kita yang kerap kali melihat diskriminasi terhadap perempuan sebagai hal yang biasa. Walau tidak se-ekstrem kasus pemerkosaan, namun dalam masyarakat kita terdapat semacam klaim bahwa perempuan mesti berada di posisi kedua setelah laki-laki.

3.2 Metode dan Prosedur Pengolahan Data.
Indonesia telah meratifikasi konvensi penghapusan bentuk diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) dengan UU No.7 Tahun 1984. Pada 11 Juli 2012, Kometi CEDAW akan mereviw kemajuan implementasi Cedaw di Indonesia. Salah satunya bahan review yang digunakan oleh komite Cedaw adalah laporan pemerintah Indonesia, Laporan Komnas Perempuan, dan Laporan-laporan dari kelompok masyarakat sipil. Laporan yang disusun komnas Perempuan berangkat dari hasil pemantauan komnas Perempuan dan juga sejumlah konsultasi dengan berbagai pihak pemangku kepentingan, terutama komunitas korban, lembaga advokasi hak perempuan, lembaga advokasi hak asasi manusia pada umunya, organisasi masyarakat sipil lainnya. Dalam kurun waktu 2007 hingga agustus 2012 diwarnai dengan kemajuan maupun stagnasi dan kemunduran dalam hal upaya penghapusan diskriminasi terhadap perempuan dan kekerasan berbasis gender terhadap perempuan.
Beberapa capaian pemerintah Indonesia antara lain menghasilkan setidaknya ada 61 kebijakan baru yang mendukung upaya pemenuhan hak asasi perempuan, baik ditingkat daerah, nasional dan regional. Kebijakan-kebijakan tersebut secara langsung maupun tidak langsung mengukuhkan jaminan untuk bebas dari diskriminasi berbasis gender, antara lain terkait diskriminasi berbasis ras dan etnik, upaya harmonisasi kebijakan, standar pelayanan minimal bagi perempuan korban kekerasan, pencegahan dan penanganan perdagangan orang, layanan kesehatan dan pendidikan.
Perkembangan lainnya, komnas perempuan mencatat lebih 4 ratus lembaga yang didirikan  pemerintah untuk penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan ditingkat nasional, provinsi dan kabupaten kota. Sebagian besar adalah unit pelayanan bagi perempuan dan anak dikepolisian (UPPA, 305 unit), disusul dengan pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan anak yang dikoordinasi ole kementrian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak (P2TP2A, 113 Unit), dan pusat krisis dirumah sakit (PKT dan PPT, 63 unit). Juga ada 42 women centre (WWC) yang dibangun dan dikelola masyarakat, khususnya kelompok p[erempuan, dan tersebar lebih dari 20 Provinsi. Sebagian besar dari kasus yang ditangani lembaga lembaga tersebut adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga dan kasus perdagangan orang.
Disamping kemajuan tersebut, masih banyak yang kurang diperbaiki diantaranya sebagai berikut:
1.      Perbaikan kerangka Hukum. Sampai saat ini, revisi hokum pidana Indonesia masih tertatih tatih dana sebgai akibatnta pengalam perempuan akan kekerasa seksual, khususnya perkosaanm, penyiksaan seksualm eskploitasi seksual, dan pelecehan seksual. Belum diakui secara menyeluruh maupun mendapatkan penanganan yang sebagaimana dibutuhkan oleh korban.; sejumlah agenda ratifikasi juga diundur pelaksanaannya, termasuk ratifikasi statute Roma, Optional Protokol CAT, dan Optional Protokol CEDAW.
2.      Perlindungan bagi perempuan pembela HAM. Perempuan pembela HAM menghadapi itimidasi dan sigmatuisasi. Yang sejumlah diantaranya memilikidimensi berbasis gender. Serta penganiayaan, penyiksaan dan kriminalisasi akibat aktivismenya.
3.      Perlindungan bagi perempuan pekerja migrant. Indonesia masih belum membuat kemajuan yang signifikan dalam memperbaiki system perlindungan substantive bagi pekerja migran.
4.      Perlindungan bagi pekerja rumah tangga di dalam negri. Jaminan kerja layak masih jadi masalah serius. Jam kerja yang panjang dengan gaji rata rata jauh dibawah standar upah minimum.
5.      Hak atas kesehatan.
6.      Kebijakan diskriminatif atas nama agama. Lewat pengaturan tentang berbusana, tentang protitusi dan pornografi yang justru mengkriminalisasi perempuan.
7.      Intoleransi terhadap kelompok minoritas agama. Perempuan dari kelompok ini menghadapi kerentanan pada kekerasan dan dampak dari situasi, seperti yang dialami oleh perempuan jemaat Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin, Gereja Kristen Batak Protestan (HKBP) Ciketing-Bekasi, HKBP Filadelfia, Komunitas Syiah dan Ahmadiyah. Situasi ini semakin diperparah dengan respon kepolisian terhadap masalah ini yang tidak memberikan perlindungan kepada kelompok minoritas agama yang menjadi korban.
8.      Perkawinan dan Hubungan Keluarga. Sampai saat ini, perubahan UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan untuk mencegah perkawinan perempuan anak, praktik poligami dan pengukuhan stereotipi peran gender perempuan dalam keluarga masih dalam proses pembahasan. Pemahaman yang terbatas pengambil kebijakan mengenai tanggungjawab negara, langkah atas diberlakukannya kebijakan afirmasi, dan keadilan gender adalah hambatan utama dalam memajukan perubahan UU perkawinan.
Dengan menunjukan bukti bukti diatas, membuktikan bahwa konvensi tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi perempuan belum lah terlaksana dengan baik.

3.3 Metode dan Prosedur Penganilisan Data.
Hak Asasi Perempuan merupakan bagian dari Hak asasi manusia. penegakan hak asasi perempuan merupakan bagian dari penegakkan hak asasi manusia. Sesuai dengan komitmen internasional dalam Deklarasi PBB 1993, maka perlindungan, pemenuhan dan penghormatan hak asasi perempuan adalah tanggung jawab semua pihak baik lembaga-lembaga Negara ( eksekutif, legislatif, yudikatif ) maupun Partai politik dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Bahkan warga Negara secara perorangan punya tanggung jawab untuk melindungi dan memenuhi hak asasi perempuan .
Dari berbagai kajian tentang perempuan, terlihat bahwa kaum perempuan sudah lama mengalami diskriminasi dan kekerasan dalam segala bidang kehidupan .Berbagai bentuk diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan telah memperburuk kondisi kehidupan perempuan dan menghambat kemajuan perempuan. Bermacam usaha telah lama diperjuangkan untuk melindungi hak asasi perempuan dan kebebasan bagi perempuan, namun sampai dewasa ini hasilnya belum signifikan.
Kekerasan terhadap perempuan diantaranya meliputi:
a.       Kekerasan fisik, seksual dan psikologis yang terjadi didalam keluarga. Termasuk kekerasan didalamnya pemukulan, penyalah gunaan seksual terhadap anak anak perempuan dalam rumah tangga, kekerasan yang bertalian dengan mas kawin yang tidak dibayarkan, perkosaan yang terjadi dalam ikatan perkawinan, perusakan terhadap alat kelamin (mutilasi) perempuan, dan praktel-parktek tradisional lain yang merugikan kaum perempuan, kekerasan yang terjadi diluar hubungan suami istri dan kekerasan lain yang berhubungan dengan eksploitasi.
b.      Kekerasan fisik, seksual dan psikologis yang terjadi di dalam masyarakat umum, termasuk perkosaan, penyalahgunaan seks, pelecehan dan ancaman ancaman ditempat kerja, disekolah sekolah dan dimana saja serta perdaganangan perempuan maupun pemaksaan pelacuran.
c.       Kekerasan fisik, seksual dan psikologis yang dilakukan atau dibiarkan saja oleh Negara dimanapun terjadinya.
d.      Sterilisasi dan pengangguran kandungan yang dipaksakan, penggunaan ala alat kontrasepsi secara paksa, pembunuhan bayi bayi perempuan dan pemilihan jenis kelamin bayi pra kelahiran.


BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENYAJIAN DATA

4.1 Uraian secara singkat.
Hak-hak asasi perempuan diindonesia kurang sekali diperhatikan oleh sebagian masyarakat Indonesia. Pembagian peran secara seksual yaitu menempatkan perempuan dirumah (sector domestic/privat) dan laki-laki diluar rumah (sector domestic/privat) dan laki laki diluar rumah (sector public) menyebabkan terbatasnya akses perempuan terhadap sumber daya ekonomi, social, politik. Perempuan juga sangat riskan menjadi korban tindak kekerasan. Kekerasan terhadap perempuan sudah lama kita ketahui. Kekerasan terhadap kaum perempuan bukan hanya masalah tindak kriminal tetapi juga pelanggaran HAM. Terutama hak asasi perempuan (women’s human right)
Dari berbagai kajian tentang perempuan, terlihat bahwa kaum perempuan sudah lama mengalami diskriminasi dan kekerasan dalam segala bidang kehidupan. Berbagai masalah perlindungan hak asasi perempuan sudah sangat dipahami. Menyadari pentingnya mengangkat isu hak perempuan sebagi salah satu hak asasi manusia yang harus dapat diakui dan dijamin perlindungannya. Adanhya kesadaran ini maka kemudian perlu diketahui terlebih dahulu dengan apa yang dimaksud dengan hak asasi perempuan.
Hak asasi perempuan adalah hak yang dimiliki oleh seorang perempuan, baik karena ia seorang manusia maupun sebagai seorang perempuan, dalam khasanah hokum hak asasi manusia dapat ditemui pengaturannya dalam berbagai system hokum hak asasi tentang hak asasi manusia. Dalam pengertian tersebut dijelaskan bahwa pengaturan mengenai penakuan atas hak seorang perempuan terdapat dalam berbagai system hokum tentang HAM. System hokum yang dimaksud adalah system hokum hak asasi manusia baik yang terdapat dalam ranah internasional maupun nasional. Khusunya mengnai hak – hak perempuan yang terdapat dalam system hokum tentang hak asasi manusia.
Indonesia telah meratifikasi konvensi penghapusan bentuk diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) dengan UU No.7 Tahun 1984. Dengan rperempuan) harus dihapus. ratifikasi konvensi wanita tersebut, maka segala bentuk diskriminasi yang didasarkan pada perbedaan jenis kelamin (laki-laki perempuan) misalnya, perlakuan pemberian upah buruh perempuan dibawah upah bruh pria harus dihapus, begitu pula dunia politik bukanlah milik pria maka perempuan harus diberi kesempatan yang sama menduduki posisi dalam partai politik maupun pemerintahan. Kita harus menyadari bahwa pembangunan suatu Negara, kesejahteraan dunia, dan usaha perdamaian menghendaki partisipasi maksimal kaum perempuan atas dasar persamaan dengan kaum pria. Kita tidak dapat menyngkal besarnya sumbangan perempuan terhadap kesejahteraan keluarga dan membesarkan anak. Hal ini menunjukan keharusan adanya pembagian tanggung jawab antara pria dan wanita dan masyarakat sebagai keseluruhan, bukan dijadikan dasar diskriminasi.
Peraturan perundang-undangan yang baik adalah peraturan perundang-undangan yang dapat diimplementasikan serta dijalankan dengan kemauan dan komitmen dari berbagai pihak sesuai dengan fungsi dan tugasnya masing-masing. Atau dengan perkataan lain sebagus apapun peraturan perundang-undangan yang dibuat, namun kalau tidak dapat dilaksanakan maka akan menjadi sia-sia dan tidak berarti.
4.2 Penyajian Tabel.
Berikut ini adalah tabel catatan tahunan dari berbagai sumber yang saya dapat :

Tahun 2008
Di ranah personal :
·         46.884 kasus kekerasan terhadap istri.
·         970 kasus kekerasan dari relasi personal.
·         112 kekerasan dalam berpacaran.
·         623 kekerasan terhadap anak perempuan.
Di Ranah Publik :
·         623 kekerasan terhadap anak perempuan.
·         89 pekerja rumah tangga.
·         49 kekerasan mantan suami.
Tahun 2009
Di Ranah Personal :
·         136.849 kasus kekerasan terhadap Istri.
Di Ranah Public :
·         6.683 kekerasan seksual, eksploitasi seksual anak, kekerasan ditempat kerja, dll
Di Ranah Negara :
·         54 kasus kekerasan yang dilakukan oleh Negara.
Tahun 2010
Di Ranah personal :
·         1.299 Kasus dalam pacaran
·         600 kasus kekerasan terhadap anak Perempuan.
·         98.577 kasus kekerasan terhadap istri.
Di Ranah public :
·         1.751 kekerasan seksual
Di Ranah Negara :
·         395 kasus khususnya korban penggusuran di Jakarta
Tahun
2011
Di Ranah Personal :
·         110.468 Kasus Kekerasan terhadap Istri.
·         1.405 Kasus Kekerasan dalam Pacaran.
Di Ranah Publik :
·         5.187 Kasus Seksual.
Di Ranah Negara :
·         42 Kasus
Tahun
2012
Ranah personal :
·         216.156 kasus yang dilaporkan oleh lembaga lembaga yang menangani kasus perempuan.
Tahun 2013
Di Ranah personal :
·         203.507 kasus dengan (akta cerai) bersumber dari pengadilan agama
Di Ranah Publik dll :
·         12.697 kasus dari lembaga lembaga mitra pelayanan perempuan.

Penjelasan :
a.       Ranah personal Artinya pelaku adalah orang yang memiliki hubungan darah (ayah, adik, kakak, paman, kakek), kekrabatan, perkawinan (suami), ataupun relasi intim (pacaran) dengan Korban.
b.      Ranah Publik jika pelaku dan korban tidak memiliki hubungan kekerabatan darah atau perkawinan, Bisa jadi pelakunya adalah majikan, tetangga, guru, teman sekerja, atau tokoh masyarakat ataupun orang yang tidak dikenal.
c.       Ranah Negara artinya adalah pelaku kekerasan adalah aparatur Negara dalam kapisata tugas. termasuk kedalam kasus di ranah Negara adalah ketika pada peristiwa kekerasan, aparat Negara berada dilokasi kejadian namun tidak berupaya untuk menghentikan atau jsutru membiarkan tindak kekerasan tersebut berlanjut.
  

BAB V
ANALISIS DATA

5.1 Analisis Kuantitatif.
            Indonesia telah meratifikasi konvensi penghapusan bentuk diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) dengan UU No.7 Tahun 1984. Pada 11 Juli 2012, Kometi CEDAW akan mereviw kemajuan implementasi Cedaw di Indonesia. Dengan sebelum pemerintah terlebih dahulu telah mendatangani Konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan tanggal 29 Juli 1980 yaitu ketika diadakan konferensi sedunia tentang Perempuan di Coppenhagen, Denmark.
            Jauh sebelumnya Indonesia juga telah meratifikasi beberapa Piagam dan Konvensi Internasional yang berkaitan dengan persamaan hak perempuan dan laki laki. Piagam dan konmvensi itu antara lain adalah Piagam PBB, konvensi yang berkaitan dengan pekerjaan perempuan didalam usaha tanah dan pertambangan, Konvensi yang berkaitan dengan pembayaran kepada pekerja laki-laki dan perempuan untuk pekerjaan yang sama nilainya (Konvensi ILO No. 100), Konvensi Hak-hak Politik Perempuan (UU No. 18/1956).
            Konvensi terhadap diskriminasi dalam pendidikan, pekerjaan, atau sebagainya. Beberapa prinsip dalam konvensi konvensi tersebut secara eksplisit telah tertuang pula dalam peraturan perundangan kita.
            Bahwa diskriminasi terhadap perempuan adalah azas persamaan dan rasa hormat terhadap martabat manusia, merupakan halangan bagi partisipasi perempuan, atas dasar persamaan dengan kaum laki laki, hal ini menghambat perkembangan kemakmuran masyarakat dan menambah sukarnya perkembangan sepenuhnya dari potensi kaum perempuan dalam pengabdiannya terhadap Negara-negara mereka dan terhadap orang lain.
            Tindakan dan tanggung jawab perempuan terhadap keluarganya dan pembangunan masyarakat yang selama ini belum sepenuhnya diakui, artinya sosiial dari kehamilan dan peranan kedua orang tua dalam keluarga dalam membesarkan anak anak, dan menyadari bahwa peranan perempuan dalam memperoleh keturunan hendaknya jangan menjadi dasar diskriminasi, akan tetapi bahwa membesarkan anak-anak menghendakan pembagian tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan.
                Namun jika kita kaji lebih jauh tampak bahwa pelaksanaan Konvensi ini menghadapi kendala struktual. Kendala cultural menyangkut sikap masyarakat yang masih enggan untuk mengakui persamaan laki-laki dengan perempuan. Sikap ini seringkali dikuatkan oleh berbagai ajaran agama, adat. Dan budaya yang masih dianut sampai saat ini. Tragisnya sikap ini kemudiian diadopsi menjadi sikap resmi Negara sebagaimana diatus dalam penjelasan UU Nomor 7 tahun 1984 yang berbunyi :
“Dalam pelaksanaannya. Ketentuan dalam Konvensi ini wajib disesuaikan dengan tata kehidupan masyarakat yang meliputi nilai-nilai budaya, adat istiadat serta norma norma keagamaan yang masih berlaku dan diikuti secara luas oleh masyarakat Indonesia”
Dari bunyi penjelasan tersebut jelaslah bahwa ada ketidak-konsistenan dalam usaha menerapkan konvensi ini (antara lain menghilangkan hambatan adat, tradisi, budaya dan ajaran agama yang mendiskriminasikan perempuan, sebagaimana diamanatkan dalam pasal 2,3,4,5 konvensi), namun di pihak lain pelaksanaan konvensi ini justru harus disesuaikan dengan adat, kebiasaan, tradisi, dan ajaran agama. Akibatnya, ditingkat peraturan pelaksanaa, yang terjadi justru penguatan asumsi-asumsi gender dan nilai-nilai yang stereotype tersebut.

5.5 Kesimpulan Analisis.
Kendala struktural berkaitan dengan berbagai kebijakan baik yang umum maupun yang khusus yang ditujukan kepada kaum perempuan yang secara prinsipil juga bertentangan dengan prinsip-prinsip yang ada dalam Konvensi ini. Jika kita simak isi pasal 1 Konvensi Perempuan ini, dapat disimpulkan bahwa pemenuhan dan penghargaan terhadap Hak Azasi Manusia adalah prasyarat mutlak untuk dapat terlaksananya Konvensi ini. Namun tampaknya ada keengganan dan inkonsistensidari pemerintah yang disatu pihak menendatangani dan meratifikasi Konvensi Perempuan, tapi di lain pihak enggan atau menolak mengakui/meratifikasiKonvensi HAM lainnya, seperti Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik dan Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Penolakan untuk mengakui HAM jelas merupakan kendala dalam upaya untuk menghapuskandiskriminasi terhadap perempuan, sehingga pelaksanaan Konvensi Perempuan ini menjadi sangat problematis.Perjuangan kaum perempuan untuk memperoleh dan menikmati hak azasinya masih jauh dari yang diharapkan. Ratifikasi berbagai konvensi tidak menjadi jaminan bahwa hak-hak tersebut akan terpenuhi. Masih harus dilakukan semacamagenda kerja dan aksi untuk merealisasikan yang sudah disepakati dalam berbagaikonvensi tersebut. Ini bukan hanya tugas kaum perempuan saja, tetapi juga kaumlaki-laki. Karena pada akhirnya segala usaha utuk pemenuhan Hak Azasi Manusiaumumnya dan Hak Azasi Perempuan khususnya bertujuan untuk mewujudkankesejahteraan dan kebahagiaan seluruh umat manusia baik laki-laki ataupun perempuan tanpa kecuali.


LATAR BELAKANG

Perlu kita ketahui bahwa HAK merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksi dengan lingkungan sekitar. Pemenuhan hak asasi Perempuan merupakan suatu keharusan agar setiap Perempuan di Negara ini dapat hidup sesuai dengan kemanusiaannya dan Hak haknya sebagai seorang istri, seorang ibu, dan seorang anak.
Dewasa ini kasus Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) atau kekerasan perempuan lainnya  masih banyak terjadi  di Negara ini bahkan masih banyak yang belum menerima Keadilan sesuai dengan UU yg ada. Banyak Perempuan yang merasa bahwa hak mereka sebagai seorang perempuan yang menerima kekerasan diIndonesia belum terpenuhi. Hak yang katanya sangat dilindungi dan dihormati di injak-injak begitu saja oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab atau yang memegang kekuasaan.
Pelanggaran ini sering terjadi pada semua kehidupan berkeluarga, karena setiap keluarga memiliki cara menyelesaikan setiap masalah dengan caranya masing – masing, hal ini yang perlu kita pahami. Penyelesaikan  masalah yg dilakukan dengan emosi yg sangat berlebihan sampai dengan kekerasan fisik sebagai pelampiasan kemarahannya, sampai teriakan dan makian pun muncul. Atau perilaku menyerang, mengancam, memukul yang mengakibatkan kesengsaraan atau penderitasn secara fisik, seksual, psikologis, dan atau/ pelantaraan rumah tangga
 sebut saja salah satu contoh kekerasan terhadap seorang istri atau anak perempuan dibawah umur yang di perjual belikan oleh orang orang yang tak bertanggung jawab. Hal ini bukanlah satu hal yang asing dikalangan rakyat Indonesia. Jangan sampai kita  merugikan atau melecehkan kaum Perempuan untuk keuntungan kita sendiri.
Oleh karena itu, saya menulis karya ilmiah ini yang bertemakan mengenai Hak Asasi perempuan agar pembaca dapat lebih memahami pentingnya Hak Asasi perempuan dan lebih bisa menghargai kaum perempuan.





SUMBER :
http://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Nasional_Perempuan






Tidak ada komentar:

Posting Komentar